Transisi Energi Penting Dilakukan Sejalan dengan Fenomena Krisis Iklim

blog_10

EKONOMI & BISNIS

Mar 05 2024, 15.49

Deputi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin mengungkapkan, transisi energi merupakan isu strategis bagi Indonesia.  Pasalnya, dari perspektif lingkungan, posisi geografis Indonesia di khatulistiwa membuat negeri ini rentan terhadap perubahan iklim. Sementara dari sisi kesehatan, polusi udara akibat masifnya penggunaan energi fosil memerlukan perhatian khusus.

Rachmat mengungkapkan, urgensi transisi energi adalah murni demi pelestarian lingkungan yang turut dipengaruhi dinamika geopolitik. Dia sependapat dengan pandangan yang meyakini transisi energi penting dilakukan sejalan dengan fenomena krisis iklim.

“Secara sains, memang benar (transisi energi dibutuhkan). Tapi, tantangan selanjutnya adalah, bagaimana cara terbaik untuk melakukan transisi energi tersebut?” ucap Rachmat di sesi Energy Transition as A Driver of Economic Growth pada acara Indonesian Data Economic and Conference (IDE) Katadata 2024, di Jakarta, Selasa (5/3). 

Sesi ini juga diikuti oleh oleh Senior Fellow PYC Evita Legowo, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, Direktur Eksplorasi PT Pertamina Hulu Energi Muharram Jaya Panguriseng, dan Ketua Satuan Tugas Transisi Energi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Anthony Utomo. Sesi dimoderatori oleh pengamat energi Ahmad Yuniarto.

Lebih lanjut, Rahmat menjelaskan, ada empat hal yang harus tercakup di dalam strategi transisi energi. Antara lain efisiensi penggunaan energi, elektrifikasi, pemanfaatan energi ramah lingkungan, serta penggunaan carbon capture.
 
“Masing-masing (dari empat poin) ini peluang ekonominya cukup besar. Kalau dari sisi energi efisiensi kita banyak room for improvement, efisiensi energi ini PR kita di pemerintah. Kita juga bisa dorong teknologi-teknologi yang sekaligus bisa untuk menghemat energi, tapi juga mengelektrifikasi. Contohnya mobil listrik,” kata Rachmat.
 
Sementara itu, Evita mengutarakan, proses transisi energi akan memengaruhi posisi Indonesia di dalam geopolitik energi global. Dengan kata lain, transisi energi akan berpengaruh terhadap posisi negara-negara produsen dan konsumen.
 
“Akan bergeser mengenai siapa yang suplier siapa yang konsumen, dan Indonesia harus siap untuk itu,” ucap Evita.
 
Evita mengimbuhkan, energi baru terbarukan berpotensi memposisikan RI pada titik strategis sebagai pemasok. “Salah satu potensi EBT yang cukup besar dimiliki Indonesia adalah panas bumi dan bioenergi. Panas bumi dan bioenergi sangat potensial untuk Indonesia sebagai pemasok,” katanya.
 
Mengutip Katadata.co.id, istilah transisi energi sebetulnya merujuk kepada perubahan sistematis dari satu sumber energi ke sumber energi yang berbeda atau perubahan dalam cara energi dihasilkan, disimpan, didistribusikan, dan digunakan.
 
Hal tersebut mencakup pergeseran dari sumber energi konvensional yang bersifat tidak terbarukan dan berpotensi merugikan lingkungan, seperti bahan bakar fosil, menuju sumber energi yang lebih bersih, terbarukan, dan berkelanjutan. Contohnya, energi matahari, angin, hidro, biomassa, dan lain-lain.

Adapun Komaidi mengingatkan agar pemerintah harus menggunakan sudut pandang helikopter yang lebih menyeluruh di dalam menjalankan transisi energi ini. 


“Pemerintah harus tepat mengetahui kapan harus injak gas dan kapan injak rem. Sehingga, lebih bijaksana dalam memberikan wadah dan fasilitas atau insentif,” tutur Komaidi. 

Ia mencontohkan, pondasi pembangunan ekonomi Indonesia yang cukup kuat dan mendasar adalah sektor minyak dan gas. Berdasarkan tabel input-output publikasi terbaru, industri hulu migas tercatat memiliki keterkaitan dengan sekitar 84 sektor pendukung dan 45 sektor pengguna. 
 
Berdasarkan data tersebut, industri hulu migas memiliki keterkaitan dengan 129 sektor ekonomi dari sekitar 185 total sektor ekonomi yang ada di dalam struktur ekonomi Indonesia.
 
“Indonesia mempunyai 185 sektor ekonomi yang terkait dengan sektor hilir migas ada 183. Sementara yang di hulunya itu hampir 80 persen terkait dengan (industri minyak dan gas),” ujar Komaidi.
 
Berkaca pada realitas tersebut, Komaidi menyatakan bahwa apabila industri migas mandek, maka hal itu akan menimbulkan dampak terhadap industri-industri lain yang berkaitan dengan mereka. 

Penulis : Doddy Rosadi

Editor : Doddy Rosadi


RELATED ARTICLES AND VIDEOS

Generic placeholder image

Kemenko Marves: Semua Pihak Harus Terlibat dalam Masalah Polusi Udara

LAINNYA

Sep 09 2024, 15.53

Indonesia telah memberikan insentif fiskal untuk adopsi kendaraan listrik.


Generic placeholder image

Kemenko Marves Berencana Tingkatkan Kualitas BBM untuk Kurangi Polusi Udara

LAINNYA

Aug 06 2024, 07.25

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas udara adalah dengan meningkatkan kualitas BBM.


Generic placeholder image

Pemerintah Yakinkan Investor soal Investasi Hijau di WWF 2024

EKONOMI & BISNIS

May 21 2024, 05.36

Keberlanjutan merupakan inti dari perjalanan energi hijau Indonesia.


Generic placeholder image

Indonesia Baru Manfaatkan 0,3% Potensi Energi Bersih yang Dimiliki

EKONOMI & BISNIS

Jan 15 2024, 11.22

Indonesia bisa menjadi pelopor dalam transisi energi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.


Event Akan Datang

View all events

Related Events

 Apr 05 2022

 Sep 07 2022

 Mar 21 2023

Copyright Katadata 2022