Deepfakes telah menjadi alat yang digunakan oleh penjahat siber, hacktivist, outlet berita palsu. Berdasarkan laporan perusahaan pemantau deepfake, Sensity, penggunaan deepfake lebih cepat dari yang diperkirakan.
Sensity mengungkapkan, laporan ini melihat keadaan berbagai ancaman yang ditimbulkan oleh teknologi tersebut.
"Penjahat siber, hacktivist, negara musuh, penipu, outlet berita palsu, dan tentara siber dengan cepat memasukkan teknologi AI ke dalam kerangka kerja serangan dan penipuan mereka, lebih cepat daripada yang diperkirakan oleh siapa pun di sektor publik dan swasta," demikian bunyi pengantar laporan tersebut dilansir dari laman Euronews.
Didirikan pada 2018, perusahaan Eropa Sensity berspesialisasi dalam pendeteksian deepfake. Mereka menggunakan data anonim dari klien mereka untuk mengumpulkan wawasan tentang risiko yang ditimbulkan oleh deepfake pada 2023 dan paruh pertama 2024.
Poin pertama yang disoroti oleh laporan tersebut adalah meningkatnya kecanggihan teknologi dan banyaknya alat untuk membuatnya yang tersedia. Politisi adalah kategori yang paling banyak ditiru
Politisi mewakili hampir 40 persen orang yang menjadi target deepfakes, diikuti oleh selebriti yang mewakili hampir 30 persen. Sementara itu, bisnis mewakili hampir 20 persen dari peniruan yang sangat realistis.
Politisi sebagian besar menjadi target imitasi dengan membuat pernyataan palsu untuk mempengaruhi pemilihan umum atau menggiring opini publik.
Laporan tersebut memberikan contoh deepfake seorang politisi Ukraina yang mengatakan dalam sebuah wawancara TV palsu bahwa negara tersebut berada di balik serangan teroris di Moskow.
"Meskipun kampanye pemilu masih dalam tahap awal, kami telah menemukan bukti awal senjata deepfake selama pemilihan pendahuluan, khususnya terhadap lawan utama Donald Trump," tulis laporan tersebut mengenai pemilu AS mendatang.