Survei: 73% Pekerja Pernah Alami Perlakuan Tidak Menyenangkan

blog_10

LAINNYA

Jun 25 2024, 13.15

Mayoritas karyawan pernah mengalami perlakukan tidak menyenangkan saat bekerja namun umumnya tidak menyadarinya. Dalam riset yang dilakukan Populix, 73% responden yang terdiri dari para pekerja formal mengaku pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja dengan bentuk perlakuan yang beragam.

Dalam survei terhadap 1,412 pekerja, perlakuan tidak menyenangkan yang mereka alami mulai dari berbentuk verbal (76%), diskriminasi (63%), pemaksaan kerja (61%), pelecehan seksual (41%) maupun kekerasan fisik (25%). Jumlah ini muncul akibat mereka baru melihat daftar pengalaman tidak menyenangkan dan baru mengetahui bahwa yang mereka alami adalah tergolong perlakuan tidak menyenangkan.

Senior Executive Social Research Populix, Wayan Aristana mengatakan, perlakuan tidak menyenangkan berbentuk verbal paling sering dialami pekerja adalah kata-kata menghina atau meremehkan (76%), lalu makian, teriakan dan bentakan (47%), candaan tidak senonoh (40%), fitnah/gosip (40%), penghinaan fisik/body shaming (38%), ancaman dan tekanan (27%) sedang bullying atau perundungan (19%).

Pelecehan dalam Bentuk Cat Calling
Dalam survei ini, pekerja yang mengaku pernah mendapatkan pelecehan seksual mencapai 40%. Dengan 76% diantaranya pelecehan itu berbentuk cat calling (godaan, candaan, siulan berbau seksual). Bentuk pelecehan lain adalah memperhatikan bagian tubuh tertentu secara terus menerus (42%), lalu mendapatkan gesture seksual (kedipan, gestur mencium) dan disentuh, dicium, dipeluk tanpa persetujuan yang dialami oleh 22% korban pelecehan seksual di tempat kerja.

Tingginya angka pekerja yang mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja, sayangnya diperburuk dengan penanganan kasus yang cenderung tak maksimal.  “Berdasarkan pengakuan responden yang pernah menjadi korban, sebanyak 35% penanganan kasus perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja tidak terselesaikan. Ditambah lagi, sebanyak 21% penanganan kasusnya malah tidak berpihak pada korban,” jelas Aristana. Meskipun, secara umum banyak responden yang mengetahui bahwa tempat bekerjanya memiliki mekanisme penanganan untuk perlakuan tidak menyenangkan.

Dampak Penanganan Tak Maksimal
Dalam riset ini, peneliti juga menggali mengenai upaya pencegahan dan penanganan kasus semacam ini. Terdapat 35% responden mengatakan bahwa perusahaannya memiliki peraturan khusus untuk menangani kasus semacam ini. Bahkan, ada yang menyediakan aturan sanksi yang cukup tegas bagi pelaku (28%) dan juga mekanisme pelaporannya (25%). Namun di sisi lain, sebanyak 22% responden menyatakan bahwa perusahaan mereka tidak memiliki mekanisme apapun.

Aristana mengatakan, penanganan tidak maksimal pada kasus perlakuan tidak menyenangkan terhadap pekerja menyebabkan kasus yang sama terus berulang. Saat ditanyakan mengenai hasil negatif atau tidak berpihak pada korban yang mereka dapatkan berujung pada pelaku kembali melakukan perbuatannya (91%) dan  korban/saksi dapat ancaman (67%), serta dampak negatif lainnya. “Hingga bahkan ada pekerja yang mengaku korban justru berujung diberhentikan dari pekerjaannya,” tutur Aristana pada Senin (24/06/2024). 

Head of Human Resources Populix, Jonas Danny mengatakan, kasus dan peristiwa PTM menjadi salah tugas bagian Human Resources (HR) yang cukup pelik. "Memang hampir seluruh mekanisme penanganan perlakuan tidak menyenangkan ini sifatnya delik aduan, yaitu harus ada pengaduan dari pihak korban. Sedangkan dalam kasus ini seringkali korban juga merasa enggan untuk melapor karena ada ketakutan akan bocornya informasi mengenai identitas pelapor. Bahkan ketika mereka melapor pun, belum tentu hasilnya akan berpihak kepada mereka, karena bisa jadi pelaku justru dilindungi oleh pihak perusahaan karena satu dan lain hal," jelas Jonas. 

Diketahui bahwa ulasan hasil riset tentang pengalaman tidak menyenangkan yang dialami para pekerja dilakukan melalui diskusi Populix berjudul ”Gen Z and Millennial Under Pressure: Uncovering Negative Experience and Unpleasant Treatment in the Workplace” pada Senin malam 24 Juni 2024. 

Survei dilakukan terhadap 1.412 pekerja secara online dengan responden tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Pekerja yang menjawab survei ini didominasi oleh pegawai swasta (66%), pekerja lepas/freelance (19%) sisanya ASN/PNS/Pegawai Pemerintah, karyawan BUMN, Profesional dan lainnya. TNI/Polisi dikecualikan dalam survei.  Survei dilakukan pada 28 Mei-4 Juni, 2024. 

Penulis : Maidian Reviani

Editor : Maidian Reviani


RELATED ARTICLES AND VIDEOS

Generic placeholder image

Paparan Cahaya Terang di Malam Hari Tingkatkan Risiko Diabetes

GAYA HIDUP

Jul 02 2024, 22.20

Peneliti menemukan bahwa paparan cahaya antara pukul 12:30 dan 6 pagi, terkait dengan peningkatan risiko diabetes sebesar 67%.


Generic placeholder image

Survei: Nilai Transaksi QRIS Mencapai 3 Juta Rupiah dalam Satu Kali Pembayaran

EKONOMI & BISNIS

Jun 26 2024, 10.55

Survei dilakukan secara online terhadap total 1,092 responden.


Generic placeholder image

45% Perempuan Pernah Mengalami Perlakuan Tidak Menyenangkan di Kantor

LAINNYA

Jun 03 2024, 13.47

Hal ini menjadi krusial karena memiliki dampak signifikan terhadap individu, perusahaan, dan masyarakat secara keseluruhan.


Generic placeholder image

Studi: Gangguan Tidur Bisa Picu Keinginan Bunuh Diri

LAINNYA

May 30 2024, 14.50

Para peneliti menemukan bahwa terjaga di malam hari meningkatkan risiko perilaku yang tidak diatur.


Generic placeholder image

Survei: 74 Persen Guru Honorer Dibayar Lebih Kecil dari Upah Minimum

LAINNYA

May 21 2024, 09.38

Responden survei terdiri dari 123 orang berstatus sebagai Guru PNS, 118 Guru Tetap Yayasan, 117 Guru Honorer atau Kontrak dan 45 Guru PPPK.


Copyright Katadata 2022