The Habibie Center Konsisten Wujudkan Indonesia yang Demokratis
LAINNYA
Nov 15 2024, 12.51
The Habibie Center selama 25 tahun terus konsisten melanjutkan cita-cita Prof. B.J. Habibie untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Habibie Democracy Forum dengan tema “Memperkuat Ketahanan Demokrasi: Memajukan Governansi Inklusif dan Partisipasi Warga Negara yang Bermakna”menjadi sarana penting dalam memperkuat ketahanan demokrasi, terutama dalam menghadapi fenomena democratic backsliding yang terjadi baik di Indonesia maupun secara global.
Ketua Dewan Pengurus, The Habibie Center Prof. Dewi Fortuna Anwar mengungkapkan, data dari Freedom House, Varieties of Democracy, dan Economist Intelligence Unit menunjukkan meningkatnya ancaman otokrasi global dan melemahnya nilai-nilai demokratis, termasuk penurunan kebebasan berpendapat dan kriminalisasi terhadap aktivis di Indonesia.
“Untuk menghadapi tantangan ini, ketahanan demokrasi yang kuat diperlukan melalui penguatan lembaga-lembaga demokrasi yang inklusif, partisipatif, dan akuntabel. Habibie Democracy Forum 2024 mengangkat tema ketahanan demokrasi dengan menekankan pentingnya peran masyarakat sipil, media, dan lembaga pemikir (think-tank) dalam memastikan transparansi pemerintahan dan mendorong partisipasi aktif warga negara, khususnya generasi muda,” kata Dewi Fortuna.
Dalam sambutan mewakili keluarga Habibie, Nadia Habibie menyampaikan penghormatan atas nilai-nilai demokrasi yang diwariskan oleh Eyang B.J. Habibie.
“Bagi Eyang Habibie, demokrasi adalah cara hidup yang menjunjung tinggi partisipasi semua warga tanpa memandang latar belakang. Keluarga besar Habibie berkomitmen menjaga visi Eyang untuk Indonesia yang desentralistik, inklusif, dan partisipatif, di mana setiap warga memiliki suara dalam menentukan masa depan bangsa,” ujar Nadia.
Agenda Habibie Democracy Forum 2024 dibuka dengan pidato kebangsaan dari Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud MD (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan 2019–2024). Prof. Mahfud MD menyoroti pentingnya Indonesia tetap berlandaskan konstitusi dan demokrasi sebagai fondasi negara yang merdeka.
Menurut dia, pemilu adalah mekanisme utama untuk mendistribusikan kekuasaan sesuai aspirasi rakyat, namun demokrasi dan hukum di Indonesia saat ini hanya berjalan secara prosedural dan kehilangan maknanya. Ia mengingatkan bahwa demokrasi tanpa hukum bisa berujung anarki, dan hukum tanpa demokrasi menjadi kedzaliman.
“Yang dibutuhkan bukan sekadar pembentukan peraturan baru, tetapi penegakan hukum yang kuat. Penegakan hukum yang baik berpotensi memperbaiki sekitar 44% dari aset negara yang bermasalah. Ia menutup dengan menyatakan bahwa solusi yang tersisa bagi demokrasi Indonesia adalah komitmen dan ketegasan dari pemimpin, terutama presiden, dalam memperkuat demokrasi dan hukum,” jelas Mahfud.
Acara dilanjutkan dengan Panel Kebangsaan yang mengangkat tema “Desentralisasi, Governansi Inklusif, dan Partisipasi Warga Negara yang Bermakna untuk Pemberdayaan Masyarakat”. Diskusi panel diisi oleh sejumlah tokoh ahli, yaitu Bivitri Susanti, S.H.,L.L.M. (Anggota Pokja Reformasi Perundang-Undangan TPRH), Julian Aldrin Pasha, M.A., Ph.D. (Ketua Institut untuk Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, The Habibie Center), Fiona Wiputri (Manajer Multimedia, Konde.co), Sandrayati Moniaga, S.H. (Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 2012–2022).