Hadapi 2026, Masyarakat Kelas Atas Optimistis Namun Lebih Waspada
LAINNYA
Dec 19 2025, 17.14
Perhimpunan Riset Pemasaran Indonesia (PERPI) merilis laporan tahunan Indonesia Market Behaviour Outlook 2026, yang mengungkap bahwa masyarakat Indonesia kelas atas dan berpendidikan tinggi tetap optimis, namun lebih waspada. Strategi “wait and see” mendominasi, dengan fokus pada kebutuhan esensial dan keamanan finansial.
Ketua Umum PERPI Amalia Paera menegaskan hasil riset ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia kelas atas tetap optimis, namun lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan.
“Sentimen pasar tenaga kerja yang stagnan dan volatil yang menandakan ketidakpastian daripada pemulihan yang jelas. Kesenjangan ini mencerminkan masa yang membingungkan di mana optimisme ada tetapi belum terasa dalam lapangan kerja. Untuk 2026 Masyaratkat kelas atas akan memprioritaskan kebutuhan esensial, menghindari pengeluaran besar, dan mengedepankan keamanan finansial. Digitalisasi dan ‘wellness’ menjadi fokus utama, mencerminkan adaptasi terhadap perubahan dan ketidakpastian,” kata Amalia.
Menurut Amalia, arah kebijakan pemerintah terkait stabilisasi harga pangan, peningkatan upah, reformasi kesehatan dan percepatan ekonomi digital akan menjadi kunci untuk mempertahankan daya beli rumah tangga pada tahun depan.
Amalia memaparkan, ringkasan hasil outlook PERPI adalah pertama, optimisme ekonomi dengan sikap waspada. Target pemerintah mencapai pertumbuhan hingga 8%, namun ketidakpastian pasar kerja membuat konsumen menahan pengeluaran besar dan memilih strategi hati-hati. Kedua, kebijakan pemerintah jadi penopang daya beli. Program stabilisasi harga pangan, reformasi upah, perbaikan layanan kesehatan, dan akselerasi ekonomi digital menjadi kunci menjaga daya beli rumah tangga.
Ketiga, esensial mendominasi, diskresi tertekan. Belanja makanan-minuman dan konektivitas digital tetap kuat, sementara fesyen, properti, dan perjalanan masih tertahan. Wellness dan kesehatan mental menunjukkan tren positif. Keempat, perilaku finansial bergeser ke arah aman. Kelima, transformasi digital semakin cepat. Adopsi AI beralih dari awareness ke penggunaan reguler. Perilaku hybrid online-offline terus berlanjut, dengan online mendominasi aktivitas berbasis utilitas seperti transportasi, perbankan, dan investasi.
Sejalan dengan temuan PERPI, pelaku industri juga melihat perubahan dalam perilaku konsumen. Irwan S. Widjaya dari GAPMI mengungkap bahwa konsumen kelas atas mulai meninggalkan kebiasaan makan fast food di restoran dan lebih memilih memasak makanan sehat di rumah, menandakan pergeseran ke arah gaya hidup sehat.
Sementara itu, Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo menekankan bahwa transaksi konsumen kini lebih ke arah kebutuhan esensial, sedangkan tren pembelian rumah dan mobil menurun. Hal ini mencerminkan sikap hati-hati terhadap pengeluaran besar di tengah ketidakpastian ekonomi.
Di sisi lain VP Digital Economy CIMB Niaga Prima Teguh Prasojo menyoroti lonjakan transaksi digital yang didorong oleh pergeseran demografis (Generasi Y, Z, dan Alpha) serta inovasi cepat di sisi front-end. Ia menjelaskan bahwa penerapan QRIS kini meluas ke luar kota besar, mendukung inklusi keuangan dan perubahan gaya hidup di daerah semi-urban. Prima juga menambahkan bahwa Virtual Account tetap menjadi metode checkout e-commerce paling populer, digunakan oleh lebih dari 80% pembeli online karena kemudahan dan proses rekonsiliasi yang lancar bagi merchant.
Riset pemasaran saat ini harus ikut berinovasi tidak hanya dari segi metode riset, dan
teknologi tapi juga dalam menyiapkan generasi yang bisa memiliki pemikiran-pemikiran baru.