Hanya 20 Persen Hutan Alam yang Dilindungi Hukum dan Masuk Kawasan Konservasi
EKONOMI & BISNIS
Jan 19 2024, 09.38
Indonesia, Brasil, dan Kongo adalah tiga negara pemilik hutan tropis terbesar di dunia. 52% hutan hujan tropis dunia berada di ketiga negara ini. Berdasarkan data World Resources Institute, Brasil memiliki hutan hujan tropis seluas 315,4 juta hektar. Sekitar 80% berada di di wilayah Amazon. Kongo memiliki 98,8 juta hektar dan Indonesia memiliki 83,8 juta hektar.
Sejak 2000, ketiga negara ini kehilangan luas hutan hingga jutaan hektare setiap tahun. Penebangan hutan untuk penghasilan komoditas menjadi alasan utama. Penebangan ini biasa dilakukan untuk industri, pertambangan, perkebunan, dan peternakan. Secara umum, laju deforestasi yang paling luas secara berurut: Brasil, Kongo, Bolivia, kemudian Indonesia.
Laporan bersama Indonesia, Brasil dan Kongo bekerjasama dengan lembaga Earth Insight menyimpulkan bahwa kerusakan hutan dunia didominasi oleh eksplorasi bahan bakar fosil, pertambangan, dan ekspansi industri.
Direktur Eksekutif Auriga Nusantara Timer Manurung mengatakan, lahan hutan primer Indonesia tercatat berkurang 270 ribu hektare pada 2020, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 323,6 ribu hektare. Berdasarkan analisis Auriga Nusantara, dari 83,8 juta hektare hutan alam di Indonesia saat ini hanya 16,2 juta hektare (19,4%) yang dilindungi secara hukum dan berada dalam kawasan konservasi.
“Hampir 23 juta hektare hutan diberikan untuk konsesi ekstraktif termasuk 7.3 juta hektare (8,7%) untuk konsesi konversi hutan (perkebunan kayu, kelapa sawit dan pertambangan) dan 15,6 juta hektare (18,6%) untuk konsesi penebangan pohon yang menurunkan kualitas hutan hutan. Sebagian besar hutan alam (44,7 juta hektare atau 53,4%) merupakan hutan alam rentan untuk diberikan konsesi ekstraktif oleh pemerintah,” ungkap Timur di Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Timer menambahkan, hampir setengah dari konsesi nikel (untuk kendaraan listrik) di Indonesia tumpang tindih dengan hutan alam.
Pada 2021, Indonesia, Brasil dan Kongo mulai menjalin kerja sama trilateral, antara lain tentang pengurangan deforestasi, manajemen pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), perhutanan sosial dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat, pengelolaan dana iklim, administrasi pertanahan berkelanjutan, keanekaragaman hayati dan bioprospeksi, serta rehabilitasi dan konservasi mangrove.
Ketiga negara itu membentuk aliansi Forest Power for Climate Action di mana mereka akan memimpin negara-negara tropis lain di regional mereka - Indonesia untuk Asia Tenggara - dalam mempengaruhi negosiasi iklim.
Indonesia, Brasil dan Kongo bisa jadi poros dunia menghadapi ancaman emisi gas rumah kaca yang berujung pada pemanasan global dan perubahan iklim ekstrim bagi seluruh bumi.
“Indonesia, Brasil dan Kongo bersama-sama bisa mengontrol dan mengatur harga karbon di pasar karbon dunia,” kata Timer Manurung.