Wamenhan: Perang Narasi dan Hukum Ancaman Baru bagi Kedaulatan Bangsa
LAINNYA
Sep 24 2025, 17.57
Ancaman terhadap kedaulatan Indonesia dewasa ini hadir tidak hanya dalam bentuk agresi militer. Yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah perang narasi dan hukum, atau dikenal dengan sebutan narrative and legal warfare (NLW). Topik ini dibahas secara komprehensif dalam diskusi publik bertajuk “Defence Intellectual Community: Memperkokoh Narasi dan Tatanan Negara untuk Kedaulatan dan Kesejahteraan Bangsa” yang berlangsung di Jakarta, Rabu (24/9), ini digagas Universitas Pertahanan, Aliansi Cendekia Tagaroa dan President Club.
Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto mengingatkan agar semua pihak selalu waspada agar tidak terpecah belah oleh berbagai usaha terstruktur yang dibiayai oleh pihak asing untuk mengganggu kedaulatan bangsa Indonesia.
“Ada upaya sistematis dari pihak eksternal yang mencoba menyerang kedaulatan Indonesia melalui pintu narasi dan hukum. Di bidang kesejahteraan dan ekonomi, NLW menargetkan komoditas strategis yang dilindungi dalam UU Perkebunan, seperti kelapa sakit dan tembakau, selain juga produk-produk pertambangan. Padahal komoditas-komoditas tersebut menopang pendapatan negara dan penting bagi penyediaan lapangan kerja. Di bidang politik negara, yang kerap diserang adalah institusi yang bertanggung jawab menjaga kedaulatan negara,” ujar Donny.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menegaskan bahwa isu-isu seputar komoditas strategis nasional kerap menjadi bagian dari kontestasi global.
“Persaingan antarnegara saat ini bukan lagi soal ideologi, tapi pasar. Serangan NLW terhadap ketahanan ekonomi negara menargetkan komoditas strategis, seperti kelapa sawit dan tembakau, merupakan bentuk neokonalisme atau penjajahan baru. Padahal komoditas-komoditas tersebut berkontribusi signifikan bagi pemasukan negara dan penyerapan tenaga kerja. Karena pasar berkorelasi dengan lapangan kerja dan lapangan kerja berkorelasi dengan kesejahteraan. Kesejahteraan itulah yang mendorong negara berkembang pesat,” ujar Hikmahanto.
Menurut mantan Gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji, dalam menghadapi NLW tidak bisa hanya mengandalkan perhitungan ekonomis. “Perlu ada fondasi kuat dari jati diri bangsa yang tercermin di dalam nilai Pancasila,” ucap Budi.
Untuk menangkal dampak negatif NLW, Wamenhan Donny mengingatkan konsep Defence Intellectual Management (DIM) yang berasal dari Menteri Pertahanan RI Sjarie Sjamdoeddin, yaitu pelibatan intelektual Indonesia yang sadar akan pentingnya kedaulatan negara.
“Kompleksitas permasalahan NLW yang dihadapi negara saat ini tidak cukup dihadapi hanya dengan alat utama sistem persenjataan modern atau organisasi militer canggih. Kita membutuhkan kemampuan DIM agar tercipta kapasitas adaptif yang mampu merespons berbagai tantangan nirmiliter yang semakin canggih,” ujar Wamenhan RI.
Senada dengan Wamenhan RI, Staff Khusus Bidang Tata Negara Kementerian Pertahanan RI Kris Wijoyo Soepandji menekankan bahwa serangan berbasis narasi ini memanfaatkan isu-isu global untuk melemahkan posisi Indonesia di kancah internasional. “Sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, kita jangan terpecah belah dengan isu seperti seperti HAM dan lingkungan, hingga mengorbankan kedaulatan negara,” ujar Kris.
Untuk menghadapi hal itu, dialog ini menekankan pentingnya penerapan Defence Intellectual Management (DIM), menjadi sebuah kesadaran bersama yaitu pendekatan Defence Intellectual Community, sehingga terbangun imunitas bangsa dari serangan nirmiliter yang mengandalkan kekuatan intelektual multidisiplin. Dekan Fakultas Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan Dr. Oktaheroe Ramsi menyatakan bahwa pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat, khususnya kalangan akademisi dan praktisi hukum perlu mengkonsolidasikan diri dalam menghadapi NLW.