Hati-Hati Flexing, Bisa Jadi Sasaran Kejahatan

blog_10

LAINNYA

Apr 13 2023, 03.55

Fenomena flexing atau pamer kekayaan oleh pejabat negara dan keluarganya di media sosial tengah menjadi sorotan publik. Publik berangapan, harta kekayaan mereka tak wajar dan patut dicurigai oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Founder Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini menilai, perilaku seperti itu memang perlu dihindari, bahkan diatasi. Menurut dia, apabila tidak segera diatasi, fenomena flexing di media sosial yang dilakukan oleh orang-orang tertentu bisa menular dan menyebar ke para content creator untuk mempersonal branding diri mereka.

Mike berpendapat, tujuan seseorang melakukan flexing harus jelas. Jika hanya untuk pamer harta, maka jangan dilakukan karena bisa berdampak negatif. Seperti menjadi sasaran kejahatan maupun target perundungan dari orang yang merasa terganggu dengan tindakan flexing seseorang.

“Flexing itu kalau sederhananya adalah pamer harta, ya jangan dilakukanlah. Dan itu dampaknya juga negatif sekali tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk penontonnya dan untuk masyarakat secara lebih luas,” kata Mike pada Webinar Literasi Digital yang berjudul Flexing, Nggak Usah Diambil Pusing, oleh Katadata dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Rabu (12/4/2023).

Menurut Mike Rini, salah satu cara untuk menghindari dan mengatasi flexing adalah dengan memiliki batasan diri dalam berinteraksi di media sosial. Seperti misalnya, lanjut Mike, perlu memiliki pertimbangan rasional dari apa yang akan dilakukan.

“Saya kira perlu adanya pertimbangan, apakah yang kita lakukan ini melanggar hukum atau tidak. Namun tidak semua informasi yang kita bagikan di momen-momen tertentu itu flexing kok. Namun, dalam hal ini, saya tetap katakan kalau flexing pamer harta jangan dilakukan kalau di sosial media. Tidak cuma di sosial media kok, di dalam konteks formal, forum apapun itu sebaiknya tidak dilakukan,” ujar Mike.

Selain pejabat negara, Clinical Forensic Psychologist, Kassandra Putranto, juga mengatakan bahwa para content creator perlu memiliki batasan diri di media sosial. Menurut dia, jangan sampai konten-konten yang dihasilkan oleh mereka bersifat flexing.

Kassandra memandang, filter diri saat mengakses media sosial sangat diperlukan. Baik untuk menyeleksi maupun memilih apa yang boleh dan tidak bisa dilihat.

"Di internet itu ada semacam algoritma, yang kalau misalnya kita melihat sesuatu, dia akan datang dengan kondisinya seperti itu. Nah, kita juga harus tegas untuk memfilter apa yang kita lihat, apa yang tidak bisa kita lihat. Karena, setiap kali kita membuka lagi, terus akhirnya kita biarkan itu tetap ada, ya itu akan ada terus dan semakin banyak orang membuka, tentu akan semakin membuat para content creator membuat hal yang sama, karena meyakini bahwa hal ini sukses dan berhasil membuat orang jadi datang berkunjung ke situsnya, atau ke media sosialnya,” kata Kassandra.

Penulis : Dewi Mariya Ulfah

Editor : Maidian Reviani


RELATED ARTICLES AND VIDEOS

Generic placeholder image

Fenomena Rekam Dulu Minta Izin Belakangan, Apakah Kita Sedang Kehilangan Empati?

GAYA HIDUP

Nov 26 2025, 11.05

Teknologi membuat siapa pun bisa menjadi “content creator.” Kamera selalu siap merekam, dan tombol “upload” hanya sejauh satu senti.


Copyright Katadata 2022