Teknologi kecerdasan buatan atau biasa dikenal Artificial Intelligence (AI), dianggap bisa menjadi ancaman bagi pemilihan umum (pemilu). Hal itu diungkapkan oleh Sam Altman, CEO OpenAI, startup di balik ChatGPT.

Dilansir dari laman Reuters, Altman menuturkan bahwa AI berpotensi merusak integritas pemilu dan bahkan mengakui dirinya cemas akan hal tersebut.

Ia mengatakan, selama berbulan-bulan perusahaan besar dan kecil kini telah berlomba untuk membawa AI semakin serbaguna ke pasar. Kemudian, juga melemparkan data tanpa akhir dan miliaran dolar pada tantangan tersebut. 

Oleh karenanya, Altman mengatakan bahwa AI perlu diatur oleh regulator. Regulasi pemerintah dipercaya bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat selama pemilu. Mengingat, chatbot seperti halnya ChatGPT dapat memproduksi konten disinformasi yang disesuaikan dengan pandangan politik target audiensnya.

Kemudian, beberapa kritikus di Amerika Serikat (AS) salah satunya Senator Cory Booker juga merasa khawatir teknologi akan memperburuk keadaan. Diantaranya adalah memunculkan prasangka dan informasi yang salah di masyarakat.

Sudah banyak kasus hasil karya olahan AI yang menyesatkan, bahkan menimbulkan konflik di dunia maya. Misalnya saja, seperti beredarnya foto di media sosial yang menunjukkan mantan Presiden AS Donald Trump, diborgol oleh polisi New York. Hal itu disampaikan Senator AS, Mazie Hirono.

Di Indonesia sendiri, pemerintah Indonesia sudah menyiapkan berbagai langkah mitigasi untuk melawan hoaks jelang Pemilu 2024. 

Namun demikian, kewaspadaan dan kemampuan mengenal dan memilah informasi hoaks oleh masyarakat sendiri dapat membuat mereka terhindar dari kesesatan, bahkan keengganan berpartisipasi dalam pemilihan.