Persalinan menjadi momen yang paling ditunggu orang tua setelah sembilan bulan mengandung. Rasa haru dan bahagia menjadi satu karena menantikan hadirnya buah hati.
Namun, moment persalinan juga bisa mencemaskan bagi beberapa ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit dan bisa menular kepada anaknya, salah satunya Hepatitis B.
Dilansir melalui media sosial Instagram Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI,
secara umum penularan hepatitis B, C, maupun D terjadi secara vertikal langsung dari Ibu ke anak. Di Indonesia, penularan hepatitis B secara vertikal dari ibu ke anak ini mencapai 90-95 persen kasus, seperti dikatakan Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril.
Kemudian, penularan dari cairan tubuh seperti air ludah, cairan sperma. Lalu, aktivitas seksual tidak aman, menggunakan tindik atau tato, maupun penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba.
Data Kemenkes menunjukkan, sebanyak 7,1% atau 18 juta masyarakat indonesia terinfeksi hepatitis B. Dari jumlah tersebut 50% diantaranya berisiko menjadi kronis dan 900.000 dapat menjadi kanker hati.
Pada tahun 2022, sebanyak 50.744 Ibu hamil positif hepatitis B. Dari jumlah ini, bayi yang lahir dari ibu positif Hepatitis berisiko hepatitis juga sebanyak 35.757. Bayi yang terinfeksi hepatitis B kemungkinan untuk menjadi kronis dan sirosis hingga 80%.
Kemenkes menemukan ada tren kenaikan kasus hepatitis B tiap tahun di Indonesia. Penularan hepatitis B dari ibu yang terinfeksi kepada anak ini merupakan salah satu penyebab tingginya prevalensi hepatitis B di Indonesia.
Lalu bagaimana memutus mata rantai penularan hepatitis dari ibu kepada anaknya?
1. Lakukan pemeriksaan HIV dan Sifilis
Setiap orang tua pasti mendambakan anak yang sehat dan kuat. Karena itu, penting bagi para ibu hamil untuk melakukan skrining infeksi kehamilan.
Setiap ibu hamil diwajibkan untuk melakukan yang disebut tes triple eliminasi untuk mencegah penularan penyakit HIV/AIDS, Sifilis dan Hepatitis B. Khusus untuk hepatitis B, harus dilakukan deteksi dini minimal 80 persen ibu hamil yang diperiksa.
Triple Eliminasi merupakan program kesehatan yang berlandaskan hukum berupa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 52 Tahun 2017 tentang Eliminasi Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV), Sifilis dan Hepatitis B dari ibu kepada anak.
Tujuan utama dari program Triple Eliminasi ini untuk menanggulangi atau mencegah penularan penyakit tersebut secara dini.
2. Melakukan imunisasi Hepatitis B tiga dosis pada bayi
Pemberian imunisasi ini berupa HB0 kurang dari 24 jam, untuk mengurangi transmisi dari ibu ke bayi.
Selain itu juga dilakukan Pemberian HB|g pada bayi lahir dari ibu reaktif HBsAg, dan pemberian Tenofovir pada ibu hamil dengan viral load tinggi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.42 Tahun 2013 dan No.12 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi, pemberian vaksin hepatitis B menjadi salah satu imunisasi wajib yang diberikan kepada anak.
World Health Organization (WHO) juga merekomendasikan bahwa semua bayi harus menerima dosis pertama vaksin hepatitis B dalam waktu maksimal 24 jam setelah dilahirkan.
Namun demikian, selain melakukan skrining dan imunisasi, juga perlu dilakukan upaya-upaya lain untuk mencegah tubuh terkena risiko hepatitis B. Seperti menjaga kebersihan tubuh, hindari berbagi peralatan pribadi, hingga melakukan hubungan seksual yang aman.
Persyaratan pengenaan tarif Rp0 ini khusus untuk tenaga medis dan tenaga kesehatan yang sudah memiliki STR sebelumnya dan ingin mengubahnya menjadi STR seumur hidup.