Awas! Suka Marah-Marah Bisa Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung
GAYA HIDUP
May 02 2024, 11.34
Marah merupakan emosi normal yang dimiliki oleh semua manusia. Marah dapat memberi manfaat baik bila diekspresikan dengan cara yang sehat dan cepat dikendalikan. Kendati demikian, marah apalagi yang meledak-ledak bisa menyebabkan dampak buruk kesehatan, yakni meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke, menurut temuan studi baru.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan hari ini di Journal of the American Heart Association, menunjukkan bahwa kemarahan yang hanya terjadi sesaat saja dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, sehingga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Dilansir dari Medical News Today, para peneliti dari Columbia University di New York mengeksplorasi apa yang dilakukan oleh episode singkat dari emosi negatif akibat mengingat pengalaman masa lalu terhadap sistem pembuluh darah.
Dengan menggunakan protokol yang telah ditetapkan, para peneliti menugaskan 280 orang dewasa muda (usia rata-rata 26 tahun) untuk melakukan salah satu dari empat tugas yang dirancang untuk memicu respons emosional terhadap kemarahan, kecemasan, kesedihan, atau kenetralan.
Sebelum, selama, dan setelah tugas, para ilmuwan juga mengukur pelebaran pembuluh darah dan fungsi seluler peserta.
Mereka mengatakan bahwa mereka menemukan bahwa partisipan yang mengalami kondisi marah mengalami gangguan pada pelebaran pembuluh darah di lapisan pembuluh darah hingga 40 menit, setelah pengalaman awal emosi tersebut. Kemudian, pelebaran pembuluh darah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan komplikasi terkait, seperti penyakit jantung dan stroke.
“Kami melihat bahwa membangkitkan keadaan marah menyebabkan disfungsi pembuluh darah, meskipun kami belum memahami apa yang dapat menyebabkan perubahan ini,” kata Dr. Daichi Shimbo, penulis utama studi dan seorang profesor kedokteran di Columbia University Irving Medical Center di New York City, mengatakan dalam sebuah siaran pers.
“Investigasi terhadap hubungan yang mendasari antara kemarahan dan disfungsi pembuluh darah dapat membantu mengidentifikasi target intervensi yang efektif untuk orang-orang yang berisiko tinggi mengalami kejadian kardiovaskular,” Shimbo menambahkan.
Kemudian, menurut penelitian tersebut, emosi lain seperti kecemasan atau kesedihan, tidak menimbulkan efek ini. Namun, para ahli mencatat bahwa bukan berarti emosi lain tidak mempengaruhi kesehatan jantung. Itu hanya berarti tidak ada yang diamati dalam mekanisme studi khusus ini.
“Ada kondisi jantung yang dikenal sebagai kardiomiopati takotsubo yang dipicu oleh peristiwa yang membuat stres seperti kehilangan rumah, pekerjaan, atau orang yang dicintai,” ujar Dr. Nieca Goldberg, seorang profesor klinis di Fakultas Kedokteran NYU Grossman yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan kepada Medical News Today.
“Dalam kondisi ini, ada tingkat hormon stres yang tinggi yang dapat diukur. Mungkin emosi yang berbeda memiliki efek yang berbeda pada sistem kardiovaskular dan akan menarik untuk mengeksplorasi hal ini lebih lanjut,” Goldberg menambahkan.
Wanita mengalami kehilangan harapan hidup lebih besar daripada pria, dan efeknya lebih signifikan pada mereka yang mengalami gangguan fungsi jantung setelah serangan jantung.