Benahi Pengelolaan Sampah, Warga Kota Padang Mulai Pilah Sampah

blog_10

GAYA HIDUP

Sep 17 2025, 21.24

Program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP) hadir di Kota Padang untuk membangun infrastruktur fisik pengelolaan sampah dan juga membenahi sistem layanan dari hulu hingga hilir. 

Wali Kota Padang, Fadly Amran mengungkapkan, implementasi ISWMP fokus pada lima pilar utama yaitu penyusunan dan penetapan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah (RISPS) serta penguatan regulasi lewat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, peningkatan peran aktif masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah, penguatan kelembagaan pengelolaan sampah agar lebih efektif, pengembangan mekanisme pendanaan dan sistem penarikan retribusi pengelolaan sampah dan dukungan pendanaan pembangunan fasilitas pengolahan sampah berteknologi tinggi.

“Kelima pilar ini dirancang sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi demi mewujudkan tata kelola persampahan yang modern dan berkelanjutan. Misalnya pembuatan RISPS, berfungsi sebagai peta jalan strategis yang menetapkan arah pembangunan infrastruktur persampahan, kerangka kebijakan, dan proyeksi pembiayaan jangka panjang. Regulasi daerah yang kuat menjadi landasan hukum pelaksanaan sistem ini. Peningkatan kapasitas kelembagaan melalui pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pendampingan teknis juga menjadi kunci keberhasilan. Dengan sistem kelembagaan yang tangguh, implementasi di lapangan dapat berlangsung efektif dan konsisten,” kata Fadly.

Keberlanjutan pengelolaan sampah juga sangat bergantung pada skema pembiayaan yang tepat. ISWMP turut mendampingi pemerintah daerah dalam merancang model pembiayaan yang realistis dan berkelanjutan, mulai dari analisis biaya operasional hingga simulasi tarif retribusi yang sesuai kemampuan masyarakat.

Sedangkan pada pilar yang kedua, ISWMP melalui paket pekerjaan Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM) membantu Pemerintah Kota Padang untuk mendorong perubahan perilaku di tingkat rumah tangga, agar memilah sampah menjadi kebiasaan sehari-hari.

"Ke depan, masyarakat harus terus memilah sampah dari rumah. Kota ini tidak akan pernah bersih kalau masyarakat tidak terlibat langsung," tegas Fadly.

Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha menjadi kunci dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang bukan hanya efektif, tetapi juga berkelanjutan dalam jangka panjang.

Untuk memastikan pendekatan ini berjalan efektif, PPAM Kota Padang memfasilitasi wilayah percontohan yang bisa menjadi tolok ukur penerapan program di lapangan. Oleh karena itu, RW 02 Kelurahan Parupuk Tabing, Kecamatan Koto Tangah, dipilih sebagai lokasi pilot project pertama. Dengan jumlah warga sekitar 250 KK yang terdiri dari sekitar 1.000 jiwa, kawasan ini menjadi titik awal pengujian sistem pilah sampah berbasis warga. Kegiatan ini berlangsung selama tiga bulan, mulai November 2024 hingga Januari 2025.

Proses dimulai dengan koordinasi bersama ketua RW, RT, tokoh masyarakat, hingga perangkat Puskesmas Lubuk Buaya. Warga diberi edukasi mengenai pentingnya memilah sampah menjadi tiga jenis, yaitu sampah organik, anorganik, dan residu. 

Di tahap awal, ember bekas digunakan sebagai wadah memilah sederhana.Selanjutnya, lima unit komposter drum dibagikan dan diletakkan di rumah tokoh RW dan RT. Komitmen warga juga diperkuat dengan kesepakatan bersama soal teknis pemanfaatan komposter. Sampah organik dikumpulkan dan diolah bersama, sebagian juga diberikan kepada pemilik ternak.

Sementara itu, sampah anorganik disalurkan kepada pemulung lokal, dan residu tetap diangkut oleh petugas dari BPK2L (Badan Pengelola Kebersihan dan Lingkungan). Penimbangan dilakukan rutin oleh tim PPAM untuk memantau progres dan mendorong keterlibatan warga secara konsisten.

Sebelum proyek ini dilaksanakan, warga di RW 02 belum memiliki kebiasaan memilah sampah. Seluruh sampah rumah tangga tercampur begitu saja, menumpuk di depan rumah, lalu diangkut langsung ke TPS tanpa proses pemilahan. Kondisi ini memicu berbagai masalah, mulai dari bau tidak sedap hingga potensi pencemaran lingkungan.  

Namun, setelah tiga bulan pendampingan intensif, terjadi perubahan positif, sekitar 22% warga mulai membiasakan diri memilah sampah organik dan anorganik dari rumah. Angka ini memang masih di bawah target nasional 30%, tetapi menjadi langkah awal yang berpotensi besar untuk peningkatan ke depan. Keberhasilan ini juga menjadi bukti bahwa dengan edukasi yang konsisten, fasilitasi sarana pendukung, serta keterlibatan aktif masyarakat, perilaku baru dalam pengelolaan sampah dapat dibangun secara bertahap.

Selain tumbuhnya partisipasi warga, dampak positif lain juga terlihat pada penguatan fasilitas pengelolaan sampah organik di tingkat lokal. Komposter rumah tangga mulai digunakan warga untuk mengolah sampah organik ,bahkan, muncul gagasan mendirikan rumah maggot sebagai solusi jangka panjang pengelolaan sampah organik. Inisiatif ini diusulkan oleh koperasi masjid RW 02, yang berharap rumah maggot dapat menjadi unit usaha berbasis lingkungan sekaligus menciptakan sumber pendapatan tambahan bagi warga.

Langkah-langkah yang dimulai di RW 02 ini menjadi bukti nyata bahwa perubahan perilaku dan inovasi lingkungan dapat tumbuh dari skala komunitas. Harapannya, keberhasilan ini bisa menjadi model bagi kawasan lain yang ingin membangun sistem pengelolaan sampah berkelanjutan.

Berbagai tantangan muncul sepanjang pelaksanaan program. Rendahnya kesadaran warga menjadi hambatan utama, sebagian besar masih menganggap pemilahan sampah sebagai pekerjaan tambahan yang merepotkan. Selain itu, program pengangkutan oleh LPS (Lembaga Pengelola Sampah) yang belum sepenuhnya selaras dengan sistem pemilahan, serta minimnya kepercayaan masyarakat terhadap bank sampah  juga semakin mempersulit terjadinya perubahan perilaku.

Di sisi lain, keterbatasan tenaga pendamping juga menjadi masalah. Satu kader edukasi hanya mampu menjangkau maksimal 150 rumah dalam sebulan, sementara cakupan wilayah yang dibutuhkan lebih dari tiga kali lipat jumlah tersebut. Kondisi ini membuat edukasi berjalan lambat dan tidak merata.

Untuk menjawab berbagai kendala tersebut, sejumlah langkah strategis mulai diterapkan seperti penambahan jumlah kader dilakukan untuk memperluas jangkauan edukasi ke rumah-rumah warga dan perkuatan kolaborasi dengan pemulung dan bank sampah sebagai mitra lapangan yang strategis. Tidak hanya itu, upaya mendorong lahirnya regulasi lokal pun dilakukan dengan memberi insentif kepada warga yang disiplin memilah sampah dari sumbernya.

Penulis : Doddy Rosadi

Editor : Doddy Rosadi


RELATED ARTICLES AND VIDEOS

Generic placeholder image

Multi Bintang Indonesia Perkuat Pengelolaan Sampah di Mojokerto

EKONOMI & BISNIS

Aug 30 2024, 22.55

Program TPS3R ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan sampah, tetapi juga memperkuat aspek sosial ekonomi dan pemberdayaan di Dusun Sampang Agung.


Copyright Katadata 2022