Enam Aturan ini Bisa Bantu Mengatasi Masalah Kecemasan
GAYA HIDUP
Jan 04 2024, 10.41
Tidak menjaga pola makan sehat merupakan salah satu faktor yang dapat berperan dalam memberikan risiko pada masalah kabut otak dan kecemasan.
Dr. Uma Naidoo, seorang ahli gizi di Harvard Medical School mengatakan, makanan dan nutrisi adalah alat yang sangat berharga untuk menghilangkan kecemasan, meningkatkan fokus, dan meningkatkan kesehatan mental secara keseluruhan.
Ia menuturkan telah menghabiskan waktu puluhan tahun untuk meneliti bagaimana kecemasan mempengaruhi banyak aspek kesehatan fisik, termasuk kekebalan, peradangan, pola makan, dan metabolisme.
Dilansir dari laman CNBC Make It, berikut enam aturan yang Dr. Uma rekomendasi supaya otak lebih tenang, kuat, dan bahagia.
1. Makan makanan utuh
Gunakanlah bahan-bahan makanan yang belum diolah atau diproses seminimal mungkin. Sayuran, buah beri, biji-bijian dan polong-polongan yang belum diolah, misalnya, adalah sumber serat yang baik dan sangat penting untuk kesehatan usus, serta dapat menciptakan lingkungan tempat bakteri baik dapat berkembang biak.
Mengonsumsi makanan tersebut dapat membantu Anda menghindari lonjakan gula darah. Metabolisme yang sehat adalah faktor kunci dalam mencegah kecemasan.
2. Konsumsi makanan dengan warna yang beragam
Dari brokoli dan bayam yang berwarna hijau tua hingga wortel dan paprika yang berwarna kuning cerah, mengonsumsi berbagai macam warna memberikan pasokan nutrisi yang penting untuk fungsi otak yang baik dan pikiran yang tenang.
Tapi ini bukan hanya buah dan sayuran. Herbal dan rempah-rempah seperti kunyit, rosemary, kunyit, lada hitam, dan kemangi juga memberikan warna, rasa, dan sifat melawan kecemasan, dalam bentuk zat kompleks yang disebut bioaktif.
3. Memperbesar mikronutrien
Vitamin B kompleks, C, D dan E, serta mineral seperti kalsium, magnesium, zat besi, dan seng merupakan mikronutrien penting yang dapat membantu mengurangi kecemasan.
Kekurangan zat besi adalah kekurangan nutrisi yang paling umum, maka dari itu salah satu makanan favorit dia adalah coklat alami ekstra hitam dan sepotong jeruk atau jeruk clementine.
Menurutnya, mikronutrien memiliki sifat antioksidan dan anti-inflamasi yang dapat melindungi otak dari penurunan jangka panjang. Mereka juga membantu memproduksi dan mengatur bahan kimia suasana hati seperti dopamin dan serotonin.
4. Utamakan lemak sehat Dr. Uma mengatakan, otak terdiri dari 60% lemak. Maka dari itu, pasokan lemak sehat yang stabil adalah salah satu faktor terpenting dalam menjaganya tetap sehat dan bebas dari kecemasan.
Menurut dia, minyak zaitun dan alpukat yang bersifat anti-inflamasi bisa jadi pilihan. Selain baik bagi otak, juga dapat meningkatkan kesehatan usus dan metabolisme. Minyak ini harus menjadi minyak utama untuk menyiapkan makanan dan menjadi mayoritas asupan lemak Anda.
Ia merekomendasi untuk menghindari minyak safflower, kedelai, dan bunga matahari, yang sering kali mengandung asam lemak tak jenuh ganda omega-6 (PUFAS) dan tidak sehat. Namun, PUFA Omega-3 yang sehat (lemak yang ditemukan dalam makanan laut, kacang-kacangan, dan biji-bijian) sangat penting untuk mengurangi kecemasan, mencegah peradangan saraf, dan melindungi dari degenerasi saraf.
5. Hindari makanan yang meningkatkan gula darah
Indeks glikemik (GI) mengukur seberapa cepat makanan mempengaruhi kadar glukosa darah kita.
Jadi, karbohidrat dengan GI tinggi seperti tepung terigu olahan, nasi putih, dan pati lainnya dapat meningkatkan gula darah Anda, yang berarti ledakan energi yang diikuti dengan penurunan. Siklus boom-and-bust ini berkorelasi dengan kecemasan.
6. Temukan konsistensi dan keseimbangan
Untuk membuat rencana nutrisi yang tepat bagi Anda, pilihlah makanan sehat yang sesuai dengan profil rasa dan cara makan yang Anda sukai.
Terakhir, dengarkan tubuh Anda. Jika Anda merasa rewel, mudah tersinggung, lapar, atau gelisah setelah mengonsumsi makanan tertentu, cobalah menghilangkannya dari diet Anda. Jika ada sesuatu yang tidak membuat Anda merasa nyaman setelah memakannya, mungkin itu tidak baik untuk Anda.
Wanita mengalami kehilangan harapan hidup lebih besar daripada pria, dan efeknya lebih signifikan pada mereka yang mengalami gangguan fungsi jantung setelah serangan jantung.