Belajar dari Maladewa Cara Menghadapi Dampak Perubahan Iklim

blog_10

LAINNYA

Nov 14 2023, 08.43

Maladewa, negara terkecil di Asia dari segi luas daratan, berada di bawah ancaman menghilang ke dalam laut.  Negara kepulauan ini merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan pemanasan global.

Para ilmuwan mengungkapkan 80 persen wilayah Maladewa tidak dapat dihuni lagi pada 2050 karena naiknya permukaan air laut. Menteri Lingkungan Hidup, Perubahan Iklim dan Teknologi Maladewa Aminath Shauna mengatakan, Maladewa telah mengalami peningkatan kejadian cuaca ekstrem, seperti banjir, karena pola curah hujan yang tinggi. 

"Kenaikan permukaan laut global dan perubahan iklim merupakan ancaman nyata bagi kami. Perlindungan dan kelangsungan hidup seluruh bangsa kita sangat bergantung pada kesehatan terumbu karang kita. Dengan meningkatnya suhu, ini bisa berarti kematian terumbu karang kita," kata Shauna dikutip dari laman Channel News Asia.

Maladewa memiliki salah satu ekosistem terumbu karang terluas di dunia. Terumbu karang dapat melindungi garis pantai dari gelombang badai dan erosi. Terumbu karang juga memainkan peran kunci dalam perekonomian Maladewa dengan mendukung industri utama perikanan dan pariwisata.

Shauna mengatakan Maladewa sebagai negara kepulauan yang rentan tidak bergantung pada dunia untuk menyelamatkannya. Maladewa bersama dengan negara-negara dataran rendah lainnya telah berulang kali mencoba untuk mendapatkan dana dari para penghasil emisi besar untuk membantu menangani dampak perubahan iklim.

"Kami telah membicarakan hal ini sejak pertemuan COP (Konferensi Para Pihak) pertama. Kita tahu bahwa dunia belum bersatu untuk membantu kita secara efektif dan tepat waktu agar kita dapat beradaptasi dengan dampak perubahan iklim," kata Shauna.

Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengatakan tahun lalu bahwa negara-negara kaya gagal menepati janji mereka yang menjanjikan dana sebesar USD 100 miliar per tahun kepada negara-negara berkembang untuk membantu mencapai target-target iklim mereka.

Maladewa menggunakan solusi teknik untuk melaksanakan proyek perlindungan pantai, seperti melestarikan dan meregenerasi terumbu karang. 

"Sejauh ini, kami telah melindungi sekitar 13 persen dari kawasan terumbu karang kami. Kami menggunakan solusi berbasis alam tentang bagaimana kami dapat menggunakannya sebagai mekanisme pertahanan terhadap gelombang pasang dan erosi pantai," kata Shauna.

"Kami juga mencari cara untuk memanfaatkan teknologi baru untuk mengumpulkan data dan merancang langkah-langkah perlindungan dan adaptasi pesisir dengan lebih baik. Jadi seperti yang saya katakan, kami tidak menunggu dunia datang kepada kami. Kami sudah melakukannya (sendiri),”  jelas Shauna.

Karena tidak ada satu pun dari pulau-pulaunya yang mampu memenuhi kebutuhan air tawar bagi penduduknya yang berjumlah sekitar 530.000 jiwa, Maladewa telah membangun pabrik desalinasi di seluruh wilayah.

Melalui proyek reklamasi lahan, negara ini telah meningkatkan ukuran beberapa pulau-pulau yang daratannya lebih tinggi. Maladewa juga sedang membangun kota terapung yang dapat menampung 20.000 orang dengan menggunakan unit modular yang dipasang pada lambung beton bawah laut yang disekrup ke dasar laut.

Maladewa juga sedang gencar berinvestasi pada sumber energi terbarukan yang berlimpah yaitu tenaga surya. Selain itu, Maladewa sedang berupaya memasang lebih dari 50 megawatt kapasitas tenaga surya dan 40 megawatt hour (MWH) penyimpanan baterai.

"Sinar matahari berlimpah di Maladewa dan memanfaatkan tenaga surya tersebut untuk mendorong perekonomian kami adalah salah satu prioritas utama kami," ujar Shauna.

Selain energi yang lebih bersih, negara yang didukung oleh energi terbarukan juga akan menghemat 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang dibelanjakan negara tersebut setiap tahun untuk bahan bakar fosil impor, ujarnya.

Ia menambahkan bahwa dana yang dihemat tersebut dapat disalurkan untuk pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pembangunan lainnya.

"Sebagai negara yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil impor dan mengubah perekonomian kita menjadi perekonomian yang digerakkan oleh sinar matahari. Ini adalah sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan di semua bidang,” tegas Shauna.

Ia mengatakan bahwa saat ini Maladewa memiliki 13 persen permintaan puncak dari energi terbarukan dan berharap dapat melipatgandakan jumlah tersebut menjadi 26 persen dalam beberapa tahun mendatang.  Maladewa memiliki target ambisius untuk mencapai nol karbon pada tahun 2030.

Penulis : Doddy Rosadi

Editor : Doddy Rosadi


RELATED ARTICLES AND VIDEOS

Generic placeholder image

Indonesia Tunda Komitmen Iklim Terbaru di COP 29 Azerbaijan

LAINNYA

Nov 21 2024, 14.27

Dokumen NDC yang targetnya diserahkan pada Februari tahun 2025 nanti, harus mencakup pemihakan yang jelas terhadap hak asasi manusia, hak masyarakat adat dan transisi energi yang berkeadilan.


Generic placeholder image

Agenda Indonesia di COP 29 Dinilai Menjauh dari Keadilan Iklim

LAINNYA

Nov 12 2024, 09.00

Skema perdagangan karbon, khususnya melalui offset dan CCS, secara nyata tidak menjawab akar masalah krisis iklim.


Generic placeholder image

Indonesia Hadapi Tantangan Perubahan Iklim Melalui Pemanfaatan Energi Panas Bumi

LAINNYA

Jul 11 2024, 07.41

Transisi energi menuju energi terbarukan juga telah muncul sebagai solusi penting dalam menghadapi tantangan global yang mendesak.


Generic placeholder image

Program K3 Nasional dan Budaya K3 Penting untuk Antisipasi Dampak Perubahan Iklim

LAINNYA

Apr 25 2024, 14.06

Perubahan iklim tidak berdiri sendiri dan bisa memengaruhi pekerja dan juga bisnis.


Generic placeholder image

Kondisi Hutan Hujan Amazon di Brasil Mendekati Titik Kritis

LAINNYA

Feb 15 2024, 18.21

47 persen luas hutan hujan Amazon terancam kekeringan dan kebakaran.


Copyright Katadata 2022