Studi Temukan Puasa Intermiten Berkaitan dengan Risiko Kematian Kardiovaskular
GAYA HIDUP
Mar 20 2024, 11.30
Puasa intermiten, sebuah teknik diet populer yang dilakukan oleh banyak orang, kini dipertanyakan setelah penelitian terbaru menunjukkan bahwa pola makan dengan batasan waktu 8 jam ini dikaitkan dengan risiko kematian yang tinggi akibat penyakit jantung.
Teknik puasa intermiten melibatkan siklus puasa dan makan yang bergantian, dengan makan dengan batasan waktu menjadi salah satu pendekatan yang sering dilakukan. Pola makan ini mencakup metode seperti teknik 16/8 (puasa selama 16 jam dan makan dalam rentang waktu delapan jam) atau metode 14/10 (puasa 14 jam diikuti dengan periode makan 10 jam). Selain itu, ada teknik lain, seperti puasa bergantian, puasa dua kali seminggu, dan puasa 24 jam seminggu sekali.
“Dampak kesehatan jangka panjang dari pembatasan waktu makan, termasuk dampak buruknya terhadap kesehatan jantung. Risiko kematian akibat sebab apa pun atau penyakit kardiovaskular, tidak diketahui,” kata penulis studi senior Victor Wenze Zhong dari Fakultas Kedokteran Universitas Shanghai Jiao Tong di Shanghai, Tiongkok, dilansir dari Medical Daily.
Dalam studi terbaru, para peneliti menyelidiki potensi dampak kesehatan jangka panjang dari mengikuti rencana makan dengan batasan waktu 8 jam, dengan mengevaluasi lebih dari 20.000 orang dewasa usia rata-rata 49 tahun.
Menurut hasil penelitian pendahuluan yang dipresentasikan pada Sesi Ilmiah Epidemiologi dan Pencegahan-Gaya Hidup dan Kardiometabolik American Heart Association 2024, orang yang mengikuti jadwal makan dengan batasan waktu 8 jam memiliki risiko kematian kardiovaskular 91% lebih tinggi.
Kemudian, para peneliti mencatat peningkatan risiko kematian kardiovaskular juga terjadi pada orang yang hidup dengan penyakit jantung atau kanker. Bagi orang yang sudah terdiagnosis penyakit kardiovaskular, durasi makan minimal 8 jam namun kurang dari 10 jam per hari dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian akibat penyakit jantung atau stroke sebesar 66%.
Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa membatasi asupan makanan hingga kurang dari 8 jam per hari tidak dikaitkan dengan peningkatan umur panjang, jika dibandingkan dengan jadwal standar makan yaitu 12-16 jam per hari.
Pada saat yang sama, durasi makan lebih dari 16 jam per hari dikaitkan dengan risiko kematian akibat kanker yang lebih rendah di antara penderita kanker.
“Kami terkejut menemukan bahwa orang yang mengikuti jadwal makan selama 8 jam dan dibatasi waktu lebih besar kemungkinannya meninggal karena penyakit kardiovaskular. Meskipun jenis diet ini populer karena potensi manfaat jangka pendeknya, penelitian kami jelas menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan rentang waktu makan 12-16 jam per hari, durasi makan yang lebih pendek tidak berhubungan dengan hidup lebih lama,” kata Zhong.
Zhong menuturkan bahwa sangat penting bagi pasien, terutama mereka yang memiliki penyakit jantung atau kanker, untuk menyadari hubungan antara jendela makan 8 jam dan peningkatan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular.
“Temuan penelitian kami mendorong pendekatan yang lebih hati-hati dan personal terhadap rekomendasi diet, untuk memastikan bahwa hal tersebut selaras dengan status kesehatan individu dan bukti ilmiah terbaru,” tuturnya.
Perlu diketahui, penelitian ini tidak menunjukkan bahwa batasan waktu makan menyebabkan kematian kardiovaskular, namun mengidentifikasi hubungan antara jendela makan 8 jam dan kematian kardiovaskular.