Waktu Layar Berlebihan Pada Anak Bisa Sebabkan Gangguan Sensorik
GAYA HIDUP
Jan 11 2024, 09.17
Waktu menatap layar yang berlebihan diketahui mempunyai potensi risiko kesehatan. Sebuah studi baru mengungkapkan hubungan antara paparan TV atau video yang berlebihan pada anak-anak di bawah usia dua tahun dan masalah yang berkaitan dengan pemrosesan sensorik.
Dilansir dari Medical Daily, penelitian yang dipublikasikan di JAMA Pediatrics mengungkapkan hubungan antara paparan dini terhadap layar, dan cara anak-anak memandang dan merespons dunia di sekitar mereka.
Gangguan pemrosesan sensorik terjadi ketika otak kesulitan memproses informasi yang diterima melalui indera. Penyakit ini sering teridentifikasi pada anak-anak, meskipun orang dewasa juga dapat mengalami masalah ini.
Kemudian, gejala gangguan pemrosesan sensorik ada dalam suatu spektrum. Hal ini membuat individu menjadi terlalu sensitif terhadap hal-hal di sekitar mereka, seperti suara, sentuhan atau rasa. Seiring waktu, mereka menjadi terlalu atau kurang responsif terhadap sensasi ini.
Menurut peneliti, 60% anak-anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) memiliki masalah dengan pemrosesan sensorik, dan sekitar 70% anak-anak dengan autisme mengalaminya.
Untuk studi terbaru, peneliti mengambil data dari National Children's Study yang melibatkan 1.471 anak. Tim peneliti mengamati data menonton televisi atau DVD oleh anak-anak pada usia 12, 18 dan 24 bulan antara tahun 2011 dan 2014.
Hasil pemrosesan sensorik para peserta dinilai pada usia 33 bulan menggunakan kuesioner profil sensorik bayi/balita (ITSP) yang diisi oleh orang tua/pengasuh. Hal ini memberikan wawasan tentang bagaimana anak-anak memproses apa yang mereka lihat, dengar, cium, dan lain-lain.
Berdasarkan perilaku yang berhubungan dengan sensoriknya, anak-anak dikelompokkan berdasarkan skor “tipikal”, “tinggi”, atau “rendah”. Skor “Khas” menunjukkan bahwa anak tersebut berada dalam satu standar deviasi dari rata-rata norma ITSP.
Menurut para peneliti, anak-anak yang lebih banyak menonton TV pada ulang tahun kedua mereka lebih cenderung mengembangkan perilaku pemrosesan sensorik yang tidak lazim. Seperti 'mencari sensasi' dan 'menghindari sensasi', serta 'registrasi rendah'. Hal tersebut menjadikan mereka menjadi kurang sensitif atau lebih lambat merespons rangsangan, seperti namanya dipanggil, pada usia 33 bulan.
“Mempertimbangkan hubungan antara tingginya waktu menatap layar dan semakin banyaknya masalah perkembangan dan perilaku, mungkin bermanfaat bagi balita yang menunjukkan gejala-gejala ini untuk menjalani periode pengurangan waktu menatap layar, bersamaan dengan praktik pemrosesan sensorik yang disampaikan oleh terapis okupasi,” kata penulis utama Karen Heffler.
Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui mengapa paparan layar dini dikaitkan dengan perilaku terkait sensorik tertentu, termasuk yang terlihat pada anak-anak dengan gangguan spektrum autisme.
“Hubungan ini bisa mempunyai implikasi penting terhadap gangguan pemusatan perhatian (ADHD) dan autisme, karena proses sensorik yang tidak lazim jauh lebih umum terjadi pada populasi ini,” kata Heffler.
Wanita mengalami kehilangan harapan hidup lebih besar daripada pria, dan efeknya lebih signifikan pada mereka yang mengalami gangguan fungsi jantung setelah serangan jantung.